Tekhnik Pembelajaran IPA
Contextual Teaching And Learning (CTL)
Tugas mata kuliah Pendidikan IPA SD
Dosen pengampu Woro Sri Hastuti, S. Pd
Disusun oleh:
SUTIKNO
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belajar adalah proses aktivitas mental yang terjadi melalui interaksi aktif individu dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang relative konstan. Seseorang dikatakan belajar jika ada aktivitas dalam dirinya baik aktivitas intelektual, emosional, dan fisik juga diperlukan. Kondisi demikian akan bermakna bagi siwa karena mereka merasa tertantang, belajar lebih menyenangkan, dapat mendorong untuk bereksplorasi, memberi pengalaman sukses, dan dapat mengembangkan kecakapan berpikir.
Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar siswa mampu melakukan control terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan terhadap siswa untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan yang mendorongnya untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar perlu diciptakan, agar anak mampu memunculkan kegiatan belajar yang kreatif dan produktif.
Di samping kebebasan, hal penting yang perlu ada dalam lingkungan belajar adalah realness. Lingkungan belajar yang bebas dan didasari oleh realness dari semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran akan dapat menumbuhkan sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar. Sikap dan persepsi yang positif terhadap belajar menjadi modal dasar untuk memunculkan prakarsa belajar. Ini semua sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang produktif. Oleh sebab itu, perlu diupayakan bentuk-bentuk pembelajarn yang dapat memfasilitasi.
Salah satu strategi pembelajaran yang ditawarkan untuk diterapkan oleh para guru, yang hingga kini cukup lama berkembang serta inovatif adalah Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL). Diperlukan komitmen, tekad dan pemahaman dari para guru atau pengajar serta pimpinan lembaga pendidikan dalam menyikapinya.
Tujuan
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan IPA SD. Selain itu, agar kami dan teman-teman mahasiswa dapat lebih memahami tekhnik pembelajaran Contextual Teaching And Learning.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching And Learning) ?
Apa saja komponen-komponen utama pembelajaran kontekstual ?
Bagaimanakah karakteristik pembelajaran kontekstual ?
Bagaimana langkah-langkah Menyusun Pembelajaran Kontekstual ?
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching And Learning/CTL)
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru atau pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2002). Sedangkan bagi siswa, mereka belajar dari mengalami sendiri, mengkonstruksi pengetahuan, dan memberi makna pada pengetahuan tersebut. Dengan demikian hasil belajar diharapkan lebih bermakna baginya. Proses pembelajaran berlangsung secara ilmiah, dalam bentuk siswa bekerja dan mengalami sendiri, bukan berupa transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Oleh sebab itu, proses belajar lebih diutamakan daripada hasil belajar siswa.
Pembelajaran kontekstual (Contextual teaching learning atau CTL) merupakan suatu system atau pendekatan pembelajaran yang bersifat holistik. Pembelajaran ini terdiri atas komponen-komponen yang saling terkait, yang apabila dilaksanakan masing-masing memberikan dampak sesuai dengan perannya. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada pemikiran bahwa siswa belajar apabila mereka melihat makna dari yang mereka pelajari. Dan makna dalam pekerjannya di sekolah apabila mereka dapat menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Melalui CTL belajar dapat menjadi bermakna dengan mengaitkan konten dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari siswa. Elaine B. Johnson (2002), menyimpulkan bahwa dalam pembelajaran kontekstual minimal ada tiga prinsip utama yaitu:
a. Prinsip Saling Ketergantungan (Interdependence)
Menurut hasil kajian para ilmuwan modern segala yang ada di alam semesta ini adalah saling berhubungan. Segala yang ada, baik manusia maupun bukan manusia, makhluk hidup ataupun benda mati atau satu sama lain berhubungan dan tergantung membentuk pola dan jaring system hubungan yang teratur.
Prinsip saling ketergantungan alam semesta, juga berlaku dalam pendidikan dan pembelajaran. Dalam kehidupan di sekolah siswa saling berhubungan dan tergantung dengan guru, kepala sekolah, orang tua serta berbagai nara sumber yang ada disekitarnya. Dalam proses pembelajaran siswa juga berhubungan dengan bahan ajar, buku sumber, media, sarana dan prasarana pendidikan, iklim sekolah dan lingkungan. Saling hubungan inilah bukan hanya sebatas memberikan dukungan, kemudahan tetapi juga harus dapat memberikan makna. Sebab makna hanya ada karena adanya hubungan yang berarti. Pembelajaran kontekstual menekankan hubungan antara bahan ajar yang bersifat konsep dengan penerapan kehidupan, antara teori dengan praktek, dan juga antara kegiatan siswa dengan kegiatan siswa yang lainnya.
b. Prinsip Diferensiasi (Differentiation)
Diferensiasi menunjuk kepada sifat alam yang secara terus menerus menimbulkan perbedaan, keragaman, keunikan. Alam tidak pernah mengulang dirinya tetapi keberadaannya selalu berbeda. Prinsip diferensiasi menunjukkan kreativitas yang luar biasa dari alam semesta. Diferensiasi bukan hanya menunjukkan perubahan dan kemajuan tanpa batas, tetapi juga kesatuan-kesatuan yang berbeda tersebut berhubungan, saling tergantung dalam keterpaduan yang bersipat simbiosis atau saling menguntungkan.
Pada prinsip ini diharapkan para guru untuk mendidik, mengajar, melatih, membimbing sesuai dengan tugas dan kewajibannya sebagai seorang guru.
Proses pembelajaran hendaknya dilaksanakan dengan menekankan kreativitas, keunikkan, variasi dan kolaborasi. Dan konsep-konsep tersebut bisa dilaksanakan dalam pembelajaran kontekstual. Bagaimana siswa berkolaborasi dengan teman-temannya untuk melakukan pengamatan, menghimpun dan mencatat informasi serta menemukan prinsip-prinsip dan pemecahan masalah.
c. Prinsip Pengorganisasian Diri (Self organization)
Setiap individu atau kesatuan (entity) dalam alam semesta mempunyai potensi melekat, yaitu kesadaran sebagai kesatuan yang utuh yang berbeda dari yang lain. Tiap orang memiliki organisasi diri, keteraturan diri, kesadaran diri, pemeliharaan diri sendiri, suatu energi atau kekuatan hidup, yang memungkinkan mempertahankan dirinya secara khas berbeda dengan yang lainnya.
Prinsip organisasi diri, menuntut para pendidik di sekolah agar mendorong setiap siswanya untuk memahami dan merealisasikan semua potensi yang dimilikinya seoptimal mungkin. Pembelajaran kontekstual diarahkan untuk membantu para siswa mencapai keunggulan akademik, penguasaan standar, pengembangan sikap dan moral sesuai dengan harapan masyarakat
B. Komponen-Komponen Pembelajaran Kontekstua
l
Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
Pandangan kontruktivisme tentang belajar mengemukakan bahwa belajar merupakan usaha pemberian makna oleh seseorang kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya sedikit demi sedikit, yang memungkinkan mengarah pada tujuan yang ingin dicapai. Proses belajar sebagai suatu usaha pemberian makna oleh siswa akan membentuk suatu konstruksi pengetahuan yang menuju pada kemutakhiran struktur kognitifnya. Pengajar-pengajar konstruktivistik yang mengakui dan menghargai dorongan diri siswa untuk mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri, kegiatan pembelajarannya akan diarahkan agar terjadi aktivitas konstruksi pengetahuan oleh siswa secara optimal. Strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dari pada seberapa banyak siswa mampu memperoleh dan mengingat pengetahuan. Siswa menentukan sendiri sumber yang akan dikaji dan cara melakukan eksplorasi. Penafsiran atau pemaknaan informasi dilakukan siswa dengan berbagai cara. Pemahaman siswa terhadap pengetahuan yang dipelajari dapat ditunjukkan melalui berbagai cara.
2. Menemukan (Inquiry)
Manusia dapat mengetahui sesuatu dengan inderanya. Melalui interaksinya dengan objek dan lingkungan, misalnya dengan melihat, mendengar, menjamah, membau, atau merasakan, seseorang dapat mengetahui sesuatu. Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ditentukan, melainkan sesuatu proses pembentukan. Semakin banyak seseorang berinteraksi dengan obyek dan lingkungannya, pengetahuan dan pemahamannya akan obyek dan lingkungan tersebut akan meningkat dan lebih rinci.
Untuk itu diperlukan kemampuan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu:
1) Kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman.
2) Kemampuan membandingkan dan memngambil keputusan dan pebedaan.
3) Kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada yang lainnya.
Kemampuan-kemampuan ini dibutuhkan agar siswa mampu menemukan sendiri pengetahuannya. Pengalaman dan jaringan struktur kognitif yang dimiliki seseorang juga sangat berpengaruh terhadap proses dan hasil konstruksi pengetahuan. Pengalaman akan fenomena baru menjadi unsur penting dalam membentuk dan mengembangkan pengetahuan. Oleh sebab itu, dalam proses belajar siswa perlu diberi kebebasan untuk melakukan ekplorasi, untuk menemukan dan menggali pengalaman di luar kelas, sedangkan pengajar berperan sebagai fasilitator. Pengajar harus selalu merancang kegiatan pembelajarannya merujuk pada kegiatan penemuan atau inkuiri. Langkah-langkah yang perlu dilalui dalam proses penemuan adalah observasi (observation), bertanya (questioning), mengajukan dugaan (hypotesis), pengumpulan data (data gathering), dan penyimpulan (conclusion).
3. Bertanya (Questioning)
Bertanya merupakan metode yang dapat mendorong keberanian siswa untuk aktif berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Melalui bertanya akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bebas menggali informasi dan mengkonfirmasikan sesuatu, tanpa harus takut bahwa kualitas pertanyaannya akan dievaluasi. Artinya, sewaktu siswa bertanya guru tidak akan menyalahkan atau menghalangi pertanyaan mereka walaupun pertanyaannya tidak sempurna. Guru berupaya menanggapi pertanyaan siswa agar mereka menjadi tidak takut salah dan aktif belajar. Melalui pertanyaan-pertanyaan yang diberkan oleh pengajar, guru dapat mendorong siswa untuk berpikir atau menganalisis sesuatu. Pertanyaan juga dapat dijadikan alat untuk membimbing dan mengarahkan perhatian siswa.
Pertanyaan juga dapat untuk mengetahui kemajuan berpikir siswa. Pertanyaan sebaiknya dimunculkan di seluruh aktivitas belajar siswa baik di dalam kelas maupun di luar kelas. Keuntungan pemberian kesempatan bertanya ini adalah proses belajar dimulai dari pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa, sehingga belajar lebih bermakna dan informasi baru mudah dipahami.
4. Masyarakat Belajar ( Learning-Community)
Pembelajaran yang dilakukan dalam kelompok-kelompok yang heterogen melalui diskusi, sharing antar teman, saling bertanya, menjadikan proses belajar lebih menyenangkan, menantang dan lebih efektif. Terjadi arus informasi yaitu proses komunikasi dua arah atau lebih yang saling memperkaya, memberi dan menerima, serta bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Kegiatan belajar ini bisa terjadi jika tidak ada pihak yang mendominasi proses komunikasi. Tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, atau merasa paling tahu. Semua orang dapat menjadi sumber belajar. Guru dapat mengembangkan masyarakat belajar di kelasnya dalam bentuk kelompok kecil, kelompok besar, mendatangkan nara sumber dari luar, bekerja dengan kelas lain, atau bekerja dengan masyarakat.
Bentuk kelompok belajar kooperatif sifatnya lebih terstruktur, misalnya dengan menggunakan pedoman atau panduan kerja yang telah disediakan oleh guru. Sedangkan bentuk belajar kolaboratif sifatnya lebih independent. Maksudnya, siswa diberi kesempatan untuk melakukan aktivitas belajarnya secara mandiri,dan menentukan bentuk laporan hasil belajarnya secara mandiri pula.
5. Pemodelan (Modeling)
Model adalah salah satu bentuk scaffolding dalam pembelajaran, yaitu sesuatuyang dapat ditiru atau dicontoh oleh siswa. Di dalam kegiatan pembelajaran guru perlu menyediakan model-model atau sesuatu yang dapat dijadikan contoh oleh siswa dalam belajar. Dengan adanya model, siswa akan memperoleh gambaran yang jelas bagaimana sesuatu harus dilakukan atau dibuat. Guru bukanlah satu-satunya model, karya-karya dan prestasi siswa yang baik dapat dijadikan model, model juga dapat didatangkan dari luar.
6. Refleksi (Reflection)
Refleksi dalam pembelajaran kontekstual yaitu aktifitas berpikiir tentang apa yang baru saja dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa saja yang sudah dilakukan.
Siswa membandingkan pemahamannya sekarang terhadap sesuatu yang baru saja dipelajari dengan pemahaman awal sebelum mempelajari hal tersebut.
Siswa menghubungkan pengetahuan yang baru saja dipelajari dengan pengetahuan atau pengalaman-pengalaman sebelumnya. Refleksi merupakan respon siswa terhadap apa yang baru saja dipelajari.dalam pembelajaran, guru perlu membantu siswa dalam menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru saja dipelajari. Sehingga siswa merasakan manfaat pengetahuan yang baru saja dipelajari dalam kehidupannya. Ini berarti, pengetahuan mereka bertambah luas dan belajar akan lebih bermakna baginya.
7. Penilaian Autentik (Authentic-Assesment)
Penilaian dalam pembelajaran kontekstual dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan mengumpulkan hasil karya siswa secara bertahap, baik yang dikerjakan di dalam maupun di luar kelas. Kemajuan belajar siswa diamati dari proses perkembangan belajarnya. Perkembangan siswa perlu diketahui, untuk mendeteksi adanya kesulitan-kesulitan belajar yang dialaminya, sehingga guru dapat dengan segera membantu mengatasinya.
Karena kemajuan belajar siswa perlu diketahui selama proses pembelajaran berlangsung, maka penilaian juga akan dilakukan selama proses pembelajaran. Data yang diperoleh tidak untuk melihat perolehan hasil belajar melainkan untuk melihat perkembangan belajar siswa dalam bentuk karya-karya nyata. Oleh sebab itu, penilaian autentik sangat tepat digunakan. Penilaian autentik berupaya menilai keterampilan (performasi/soft skill) siswa di samping juga penguasaan pengetahuannya. Penilaian tidak hanya dilakukan oleh pengajar saja, tapi dapat juga dilakukan oleh siapa saja termasuk siswa. Maka perlu diciptakan sesuatu dari hasil pemahaman siswa seperti dalam bentuk gambar seri, poster, cerita/drama/novel, prosedur kerja, makalah, karya seni, artikel, karikatur, resep dan sebagainya. Karya-karya tersebut dapat ditampilkan, didemonstrasikan, dipajang atau dipamerkan ke masyarakat.
Dengan pembelajaran kontekstual, di sampig siswa menguasai konsep, siswa juga mampu menerapkan konsep dan memecahkan masalah serta mampu mengkreasikan sesuatu, juga memiliki dampak pengiring (soft skill) seperti mampu berpikir kritis, bekerja sama, berdisiplin, bertanggungjawab, memiliki jiwa kepemimpinan, dan lainnya.
C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa karakteristik pembelajaran kontekstual adalah adanya unsur-unsur, sebagai berikut:
1. Kerja sama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan/tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif-kritis, guru kreatif
8. Lingkungan belajar penuh dengan hasil karya siswa
9. Laporan hasil belajar siswa kepada orang tua tidak hanya dalam bentuk angka/huruf, tetapi juga hasil-hasil karya nyatanya.
D. Langkah-langkah Menyusun Pembelajaran Kontekstual
1) Menentukan Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran hendaknya mengandung kegiatan yang menerapkan ketrampilan akademik, social, personal dalam kehidupan nyata. Tujuan pembelajaran ini hendaknya dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang oprasional dari kompetensi dasar. Dalam penentuan tujuan hendaknya mempertimbangkan bahan materi yang akan disampaikan dengan lingkungan anak sebagai sumber belajar
2) Menentukan Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dan dikembangkan dengan mengacu pada materi pokok yang ada dalam silabus. Materi hendaknya menghubungkan contoh-contoh dalam kegiatan siswa sehari-hari.
3) Memilih Metode Pembelajaran
Pada hakikatnya tidak ada satupun metode yang dianggap paling baik. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan metode hendaknya mempertimbangkan tujuan dan materi pembelajaran yang akan dikembangkan. Hendaknya metode yang dipilih adalah metode yang bisa membuat siswa belajar lebih aktif dan bermakna.
4) Langkah-Langkah kegiatan Pembelajaran
Langkah-langkah kegiatan pembelajaran sains terdiri dari :
a. Kegiatan awal
1) Pendahuluan
2) Motivasi
3) Merumuskan masalah
b. Kegiatan Inti
1) Menentukan hipotesa/opini
2) Melakukan kegiatan untuk mengumpulkan data
3) Mengolah data (melakukan diskusi)
4) Perumusan kesimpulan
5) Pemantapan (menghubungkan content (bahan ajar) dengan kontek dalam kehidupan sehari-hari siswa
c. Kegiatan Akhir
1) Melakukan penilaian
2) Tindak lanjut
5) Mencantumkan alat dan sumber pembelajaran
Alat dan sumber hendaknya mengacu pada jenis materi yang dipilih. Sumber belajar mencakup sumber rujukan, lingkungan, media dan nara sumber.
6) Mencantumkan penilaian
Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk penilaian dan jenis penilaian. Biasanya jika penilaian menggunakan teknik tes tertulis uraian, tes unjuk kerja, dan tugas rumah yang berupa proyek harus disertai rubrik penilaian.
PENUTUP
a. Kesimpulan
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru atau pengajar mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Depdiknas, 2002).
Ada tujuh komponen utama pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Konstruktivisme (Constructivism)
2. Penilaian Autentik (Authentic-Assesment)
3. Refleksi (Reflection)
4. Pemodelan (Modeling)
5. Masyarakat Belajar ( Learning-Community)
6. Bertanya (Questioning)
7. Menemukan (Inquiry)
Karakteristik pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning) antara lain adalah, sebagai berikut:
1. Kerja sama
2. Saling menunjang
3. Menyenangkan/tidak membosankan
4. Belajar dengan bergairah
5. Pembelajaran terintegrasi
6. Menggunakan berbagai sumber
7. Siswa aktif-kritis, guru kreatif
8. Lingkungan belajar penuh dengan hasil karya siswa
9. Laporan hasil belajar siswa kepada orang tua tidak hanya dalam bentuk angka/huruf, tetapi juga hasil-hasil karya nyatanya.
Pembelajaran kontekstual membantu siswa membentuk pengetahuannya dengan mengaitkan antara situasi dunia nyata mereka dengan materi pembalajaran serta mengaitkan antara pengetahuan yang telah dimiliki siswa dengan pengetahuan baru yang mereka dapatkan dari proses pembelajaran.
b. Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan guru dapat membuat kegiatan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan karena siswa dapat memahami isi maeri yang disampaikan oleh guru, sehingga kegiatan pembelajaran dapat bermanfaat bagi siswa.