Coretan Tinta

Selamat datang
di Sang Pelukis Otak Blog.


Semoga apa yang
termuat di BLog
ini bisa bermanfaat
dan harap digunakan
sebaik-baiknya.


"Sang Pelukis Otak"

Mainkan Cursor Mu....

Jumat, 29 Oktober 2010

EMPIRISME JOHN LOCKE

EMPIRISME JOHN LOCKE
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Epistimologi dan Logika
Dosen Pengampu: L. Hendro Wibowo



Disusun Oleh:
SUTIKNO

PGSD
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta
2010


BAB I
PENDAHULUAN

Filsafat dunia yang kedua adalah empirisme yang mengajarkan bahwa segala sesuatu dapat diketahui atau disebut kebenaran jika dapat dialami atau melalui pengalaman. Dengan kata lain, manusia harus mengalami dahulu sesuatu, baru sesuatu itu dikatakan kebenaran. Pendiri dari filsafat ini adalah John Locke. Para tokoh empirisisme lainnya adalah David Hume, Ludwig A. Feuerbach, dll.
Dalam teori empirisme John Lock mengatakan dengan singkat bahwa segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.
Dari pengertian ini, dapatlah disimpulkan bahwa hanya melalui pengalaman, kita baru dapat mengerti kebenaran dan agama identik dengan sebuah perasaan saja, bukan sebuah iman. Dalam masa itu, yang penting bagi mereka, adalah ketika mereka berdoa dan menyembah, mereka mengalami kepenuhan dari Roh-Nya, lalu setelah itu, mereka membagikan pengalamannya kepada orang lain dan bahkan ada yang mengajarkan dengan mutlak bahwa jika tidak memiliki pengalaman seperti itu berarti tidak ada Roh Kudus.
Timbulnya empirisisme pada zaman modern filsafat dikarenakan adanya rasa kebimbangan terhadap sains dan agama. Kegagalan cara pemikiran empirisisme adalah perasaan dan pengalaman manusia pasti berubah-ubah tergantung situasi dan kondisi (atau istilahnya mood). Adalah sangat berbahaya jika orang “Kristen” tiba-tiba mengklaim sedang mengalami hadirat Allah, padahal itu hanya halusinasinya saja (seperti onani, dan pemuasan hawa nafsu lainnya, dll).




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Profil John Locke

John Locke adalah filosof yang berasal dari Inggris. Beliau dilahirkan di Wrington Somerst pada tanggal 29 Agustus 1632. Locke belajar di Westminster School selama lima tahun yaitu pada tahun 1647-1652 Pada tahun itu juga hingga tahun 1656 ia melanjutkan studinya di Christ Church, Oxford untuk mempelajari agama dan mendapat gelar B.A. disana. Kemudian ia melanjutkan studinya lagi untuk mendapatkan gelar M.A.
Tahun 1664 Locke diangkat sebagai pejabat penyensor buku-buku filsafat moral. Ia juga belajar ilmu kedokteran dan mahir dalam bidang ini. Pada tahun 1665 bersama Sir Walter Vane ia mengikuti sebuah misi diplomatik ke Elector Of Brandenburg tetapi kemudian ia menolak tawaran kerja diplomat dan kembali ke Oxford. Di sana ia mengonsentrasikan seluruh perhatiannya pada filsafat dan menemukan minat yang sama pada Earl of Shaftesbury yang mengundang Locke untuk tinggal di London house-nya. Di sana Locke mengembangkan ilmu politik dan filsafat sekaligus menjadi dokter pribadi bangsawan Earl of Shaftesbury. Pada tahun 1683 Shaftesbury terancam akan di-impeacchment karena telah melakukan pengkhianatan. Pada saat itu juga Locke lari ke Belanda dan di sana ia menulis esai yang berjudul An Essay Concerning Human Understanding yang diterbitkan pada tahun 1690. Setelah revolusi tahun 1688, Locke kembali ke Inggris untuk mengiringi raja Orange yang akan menjadi Queen Mary.
Setelah tahun 1690, kesehatan Locke menurun, tetapi beliau masih terus menulis dan melaksanakan tugas-tugasnya. Selama tiga belas tahun terakhir, ia tinggal di Oates dan ia meninggal di sana pada tanggal 28 Oktober 1704.
Karya-karya John Locke, antara lain:
1. A letter Concerning Toleration (Karangan-karangan tentang toleransi) pada tahun 1689.
2. An Essay Concerning Human Understanding ( Karangan tentang pengertian manusiawi) pada tahun 1690.
3. Two Treatises of Government (Dua karangan tentang pemerintahan) pada tahun 1690.

B. Pengertian Empirisme
Kata empirisme berasal dari bahasa Yunani emperia yang berarti pengalaman. Jadi empirisme merupakan sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman adalah sumber pengetahuan. Empirisme juga berarti sebuah paham yang menganggap bahwa pengalaman manusia didapat dari pengalaman-pengalaman yang nyata dan faktual. Pengalaman yang nyata tersebut didapatkan dari tangkapan pancaindra manusia. Sehingga pengetahuan yang didapat melalui pengalaman merupakan sebuah kumpulan fakta-fakta.
Doktrin empirisme tersebut adalah lawan dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
Ajaran-ajaran pokok dari empirisme, yaitu:
1. Pandangan bahwa semua ide atau gagasan merupakan abstraksi yang dibentuk dengan menggabungkan apa yang dialami.
2. Pengalaman inderawi adalah satu-satunya sumber pengetahuan, dan bukan akal atau rasio.
3. Semua yang kita ketahui pada akhirnya bergantung pada data inderawi.
4. Semua pengetahuan turun secara langsung, atau di simpulkan secara tidak langsung dari data inderawi (kecuali beberapa kebenaran definisional logika dan matematika).
5. Akal budi sendiri tidak dapat memberikan kita pengetahuan tentang realitas tanpa acuan pada pengalaman inderawi dan penggunaan panca indera kita. Akal budi mendapat tugas untuk mengolah bahan bahan yang di peroleh dari pengalaman.
6. Empirisme sebagai filsafat pengalaman, mengakui bahwa pengalaman sebagai satu-satunya sumber pengetahuan.




C. Empirisme John Locke
Aliran Empirisme muncul sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme. Bila rasionalisme mengatakan bahwa kebenaran adalah rasio, maka menurut empiris, dasarnya ialah pengalaman manusia yang diperoleh melalui panca indera.
John Locke, sebagai tokoh paling awal dalam urutan empirisme Inggris, merupakan sosok yang paling konservatif Ia merasa menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes sehingga ia menolak anggapan Descartes yang menyatakan keunggulan dari “yang dipahami” adalah “yang dirasa”. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan penarikan dengan cara metode induksi.
Secara menarik Locke membandingkan budi manusia pada saat lahir dengan tabula rasa, yaitu sebuah papan kosong yang belum tertulis apapun, yang artinya segala sesuatu yang ada dalam pikiran berasal dari pengalaman inderawi, tidak dari akal budi. Otak itu seperti sehelai kertas yang masih putih dan baru melalui pengelaman inderawi itu sehelai kertas itu diisi. Dengan ini beliau tidak hanya mau menyingkirkan gagasan mengenai “ide bawaan”, tetapi juga untuk mempersiapkan penjelasan bagaimana arti disusun oleh kerja keras data sensoris (indrawi). Locke mengatakan bahwa tidak ada ide yang diturunkan, sehingga dia menolak innate idea atau ide bawaan. Menurut Locke semua ide diperoleh dari pengalaman, dan terdiri atas dua macam, yaitu:
1. Ide ide Sensasi, yang diperoleh dari pancaindra seperti, melihat, mendengar, dan lain-lain.
2. Ide-ide Refleksi yang diperoleh dari berbagai kegiatan budi seperti berpikir, percaya, dan sebagainya.
Jadi menurut Locke, apa yang kita ketahui adalah “ide”.
Kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka sadar akan benda-benda. Tetapi menurut Locke objek kesadaran adalah ide. Ide adalah “objek akal seawktu seseorang berpikir, saya telah menggunakannya utnuk menyatakan apa saja yang dimaksud dengan fantasnya, maksud species, atau apa saja yang digunakan budi untuk berpikir….”(Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).Locke juga mengatakan bahwa ide adalah “objek langsung dari persepsi” (Sterling Lamperch 1928 dalam Hardono Hadi 1994).














BAB III
PENUTUP

Dari uraian singkat diatas dpat disimpulkan bahwa tokoh awal dari empirisme adalah John Locke yang berpendapat bahwa segala sesuatu berasal dari pengalaman inderawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi.















REFERENSI
Hadi, Hardono. 1994. Epistimologi Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.
Hamersma, Harry. 1986. Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern. Jakarta: Gramedia.
http://masdiloreng.wordpress.com/2009/03/22/empiriseme/
Naisaban, Ladislaus. 2004. Para Psikolog Terkemuka Dunia. Jakarta: Gramedia.
Sumarna, Cecep. 2006. Filsafat Ilmu dari Hakikat Menuju Nilai. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar